Ancaman Disinformasi di Era AI dan Rendahnya Literasi Digital

Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) membawa berbagai kemudahan dan inovasi di berbagai sektor. Namun di balik pesatnya kemajuan tersebut, muncul pula ancaman serius: disinformasi yang semakin canggih dan masif, terutama di tengah rendahnya literasi digital masyarakat Indonesia.

Dalam beberapa tahun terakhir, AI generatif seperti deepfake, chatbot otomatis, dan manipulasi teks serta gambar semakin sering digunakan untuk menyebarkan informasi palsu. Disinformasi tak hanya menyasar isu politik, tetapi juga merambah ke bidang kesehatan, ekonomi, bahkan agama. Hal ini menimbulkan keresahan dan berpotensi memecah belah masyarakat.

Menurut data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), lebih dari 11.000 konten hoaks teridentifikasi sepanjang tahun 2024, meningkat 20% dibanding tahun sebelumnya. Sebagian besar hoaks tersebut menyebar melalui media sosial dan grup percakapan pribadi, yang sulit dikendalikan dan dilacak.

Literasi Digital Masih Rendah

Tantangan ini diperparah oleh rendahnya literasi digital masyarakat. Survei nasional yang dilakukan oleh Siberkreasi menunjukkan bahwa indeks literasi digital Indonesia pada tahun 2024 berada di angka 3,64 dari skala 5—masih berada di kategori sedang. Banyak masyarakat belum mampu membedakan informasi valid dengan konten manipulatif, serta kurang kritis dalam menyaring informasi sebelum menyebarkannya.

“Kemampuan untuk memverifikasi informasi menjadi krusial di era AI ini,” ungkap Dr. Rina Suryani, pakar komunikasi digital dari Universitas Indonesia. “Sayangnya, banyak pengguna internet yang hanya membaca judul tanpa menelusuri isi dan sumber berita.”

Perlu Kolaborasi dan Edukasi Massal

Untuk mengatasi ancaman ini, pemerintah, platform digital, institusi pendidikan, dan masyarakat sipil harus bekerja sama memperkuat literasi digital. Edukasi sejak usia dini tentang etika bermedia digital, cara mengenali hoaks, serta penggunaan teknologi secara bertanggung jawab menjadi sangat penting.

Kominfo sendiri telah meluncurkan program Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) dengan berbagai pelatihan daring dan kampanye publik. Namun tantangan ke depan tetap besar, mengingat penyebaran AI yang semakin cepat dan kemampuan adaptasi masyarakat yang masih beragam.